Keberadaan
lembaga sosial tidak lepas dari adanya nilai dan norma dalam masyarakat. Di
mana nilai merupakan sesuatu yang baik, dicita-citakan, dan dianggap penting
oleh masyarakat. Oleh karenanya, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat
menciptakan aturan aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai dan norma
inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya lembaga
sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami proses institutionalization
menghasilkan lembaga sosial.
A.
Pengertian
Lembaga Sosial
Istilah lembaga sosial
oleh Soerjono Soekanto disebut juga
lembaga kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan istilah asing social
institution. Akan tetapi, ada yang mempergunakan istilah pranata sosial
untuk menerjemahkan social institution. Hal ini dikarenakan social
institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku para
anggota masyarakat. Sebagaimana Koentjaraningrat mengemukakan bahwa pranata
sosial adalah suatu sistem tata kelakukan dan hubungan yang berpusat pada
aktivitasaktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam
kehidupan masyarakat. Istilah lain adalah bangunan sosial, terjemahan dari kata
sozialegebilde (bahasa Jerman) yang menggambarkan bentuk dan susunan
institusi tersebut. Namun, pembahasan ini tidak mempersoalkan makna dan arti
istilah-istilah tersebut. Dalam hal ini lebih mengarah pada lembaga
kemasyarakatan atau lembaga sosial, karena pengertian lembaga lebih menunjuk
pada suatu bentuk sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak tentang
adanya norma-norma dalam lembaga tersebut. Menurut Robert Mac Iver dan Charles
H. Page, mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur
yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam suatu kelompok
masyarakat. Sedangkan Leopold von Wiese
dan Howard Becker melihat lembaga dari sudut fungsinya. Menurut mereka,
Lembaga kemasyarakatan
diartikan sebagai suatu jaringan dari prosesproses hubungan antarmanusia dan
antarkelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan
tersebut serta polapolanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan
sekelompoknya. Selain itu, seorang sosiolog yang bernama Summer melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut kebudayaan. Summer
mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, dan sikap
perlengkapan kebudayaan, yang mempunyai sifat kekal serta yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya, keberadaan lembaga
sosial mempunyai fungsi bagi kehidupan sosial. Fungsi-fungsi tersebut antara
lain:
- Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang sikap dalam menghadapi masalah di masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan pokok.
- Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
- Memberi pegangan kepada anggota masyarakat untuk mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku para anggotanya.
Dengan demikian,
lembaga sosial merupakan serangkaian tata cara dan prosedur yang dibuat untuk
mengatur hubungan antarmdisebabkan setiap masyarakat menginginkan keteraturan
hidup.anusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, lembaga sosial
terdapat dalam setiap masyarakat baik masyarakat sederhana maupun masyarakat
modern. Hal inidisebabkan setiap masyarakat menginginkan keteraturan hidup.
Pendapat
beberapa ahli sosial tentang pengertian lembaga sosial.
1.
Horton
dan Hunt dalam Suharko
Lembaga sosial adalah suatu sistem norma
untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting.
2. Soerjono Soekanto
Lembaga sosial adalah himpunan
norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok dalam masyarakat.
3. Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi
pada suatu keperluan pokok dalam
kehidupan masyarakat yang merupakan suatu kelompok.
4. Mayor Polak JBAF
Lembaga sosial adalah suatu kompleks
atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan
nilai-nilai yang penting.
5. W. Hamilton
Lembaga sosial merupakan tata cara
kehidupan kelompok, yang apabila dilanggar akan
dijatuhi pelbagai sanksi.
B.
Ciri
Lembaga Sosial
Meskipun lembaga sosial
merupakan suatu konsep yang abstrak, ia memiliki sejumlah ciri yang dapat
dikenali. Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul General
Features of Social Institution (sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto: 1987), menguraikan beberapa ciri umum lembaga
sosial sebagai berikut.
- Lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. Ia terdiri atas kebiasaan-kebiasaan, tata kelakukan, dan unsur-unsur kebudayaan lain yang tergabung dalam suatu unit yang fungsional.
- Lembaga sosial juga dicirikan oleh suatu tingkat kekekalan tertentu. Oleh karena lembaga sosial merupakan himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok, maka sudah sewajarnya apabila terus dipelihara dan dibakukan.
- Lembaga sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. demikian juga lembaga perkawinan, perbankan, agama, dan lainlain.
- Terdapat alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga sosial. Misalnya, rumah untuk lembaga keluarga serta masjid, gereja, pura, dan wihara untuk lembaga agama.
- Lembaga sosial biasanya juga ditandai oleh lambang-lambang atau simbol-simbol tertentu. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambar tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Misalnya, cincin kawin untuk lembaga perkawinan, bendera dan lagu kebangsaan untuk negara, serta seragam sekolah dan badge (lencana) untuk sekolah.
- Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain-lain. Sebagai contoh, izin kawin dan hukum perkawinan untuk lembaga perkawinan. Selain Gillin dan Gillin seorang ahli sosial yang bernama Conen ikut pula mengemukakan karakteristik dari lembaga sosial (sebagaimana dikutip Arif Rohman: 2003). Menurutnya terdapat sembilan ciri khas (karakteristik) lembaga sosial sebagai berikut.
- Setiap lembaga sosial bertujuan memenuhi kebutuhan khusus masyarakat.
- Setiap lembaga sosial mempunyai nilai pokok yang bersumber dari anggotanya.
- Dalam lembaga sosial ada pola-pola perilaku permanen menjadi bagian tradisi kebudayaan yang ada dan ini disadari anggotanya.
- Ada saling ketergantungan antarlembaga sosial di masyarakat, perubahan lembaga sosial satu berakibat pada perubahan lembaga sosial yang lain.
- Meskipun antarlembaga sosial saling bergantung, masing-masing lembaga sosial disusun dan diorganisasi secara sempurna di sekitar rangkaian pola, norma, nilai, dan perilaku yang diharapkan.
- Ide-ide lembaga sosial pada umumnya diterima oleh mayoritas anggota masyarakat, terlepas dari turut tidaknya mereka berpartisipasi.
- Suatu lembaga sosial mempunyai bentuk tata karma perilaku.
- Setiap lembaga sosial mempunyai simbol-simbol kebudayaan tertentu.
- Suatu lembaga sosial mempunyai ideologi sebagai dasar atau orientasi kelompoknya.
C.
Syarat-Syarat
Lembaga Sosial
Menurut
Koentjaraningrat, aktivitas manusia atau aktivitas kemasyarakatan untuk menjadi
lembaga sosial harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Persyaratan tersebut
antara lain:
- Suatu tata kelakuan yang baku, yang bisa berupa norma-norma dan adat istiadat yang hidup dalam ingatan maupun tertulis.
- Kelompok-kelompok manusia yang menjalankan aktivitas bersama dan saling berhubungan menurut sistem norma-norma tersebut.
- Suatu pusat aktivitas yang bertujuan memenuhi komplekskompleks kebutuhan tertentu, yang disadari dan dipahami oleh kelompok-kelompok yang bersangkutan.Mempunyai perlengkapan dan peralatan.
- Sistem aktivitas itu dibiasakan atau disadarkan kepada kelompokkelompok yang bersangkutan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu yang lama.
D.
Proses
Terbentuknya Lembaga Sosial
Terbentuknya lembaga
sosial bermula dari kebutuhan masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama.
Sebagaimana diungkapkan oleh Soerjono Soekanto bahwa tumbuhnya lembaga sosial
oleh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan, maka dirumuskan norma-norma
dalam masyarakat. Bayangkan, jika dalam suatu masyarakat tidak terdapat
aturan-aturan yang menjadi patokan bertingkah laku. Tentu kehidupan masyarakat tersebut
menjadi tidak teratur, di mana setiap masyarakat bertingkah laku sesuka hatinya
yang dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu, dibentuklah sejumlah
norma-norma untuk mencapai keteraturan hidup bersama. Mula-mula sejumlah norma
tersebut terbentuk secara tidak disengaja. Namun, lama-kelamaan norma tersebut
dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu di dalam jual beli, seorang perantara tidak
harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi kebiasaan
bahwa perantara tersebut harus mendapat bagiannya, di mana sekaligus ditetapkan
siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual. Sejumlah norma-norma
itulah yang disebut lembaga sosial. Namun, tidak semua norma-norma yang ada
dalam masyarakat merupakan lembaga sosial. Untuk menjadi sebuah lembaga sosial,
sekumpulan norma mengalami proses yang panjang.
Menurut Robert M.Z. Lawang (1985) proses
tersebut dinamakan institusionalisasi atau pelembagaan, yaitu proses bagaimana
suatu perilaku menjadi berpola atau bagaimana suatu pola perilaku yang mapan
itu terjadi. Dengan kata lain, institusionalisasi adalah suatu proses berjalan
dan terujinya sebuah kebiasaan dalam masyarakat menjadi institusi atau lembaga yang
akhirnya harus menjadi patokan dalam kehidupan bersama.
Menurut H.M. Johnson, bahwa suatu norma
terlembaga (institutionalized) dalam suatu sistem sosial tertentu
apabila memenuhi tiga syarat sebagai berikut.
1.Sebagian
besar anggota masyarakat atau sistem sosial menerima norma tersebut.
2.Norma
tersebut menjiwai seluruh warga dalam sistem sosial tersebut.
3.Norma
tersebut mempunyai sanksi yang mengikat setiap anggota masyarakat.
Dikenal
empat tingkatan norma dalam proses pelembagaan diantaranya:
pertama,
cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuatan.
Kedua,
kemudian cara bertingkah laku berlanjut dilakukan sehingga menjadi suatu
kebiasaan (folkways), yaitu perbuatan yang selalu diulang dalam setiap
usaha mencapai tujuan tertentu.
Ketiga,
apabila kebiasaan itu kemudian diterima sebagai patokan atau norma pengatur
kelakuan bertindak, maka di dalamnya sudah terdapat unsur pengawasan dan jika
terjadi penyimpangan, pelakunya akan dikenakan sanksi.
Keempat,
tata kelakuan yang semakin kuat mencerminkan kekuatan pola kelakuan masyarakat
yang mengikat para anggotanya. Tata kelakuan semacam ini disebut adat istiadat
(custom).
Bagi anggota masyarakat
yang melanggar adat istiadat, maka ia akan mendapat sanksi yang lebih keras.
Contoh, di Lampung suatu keaiban atau pantangan, apabila seorang gadis sengaja
mendatangi pria idamannya karena rindu yang tidak tertahan, akibatnya ia dapat
dikucilkan dari hubungan bujang-gadis karena dianggap tidak suci.
Keberhasilan proses
institusinalisasi dalam masyarakat dilihat jika norma-norma kemasyarakatan
tidak hanya menjadi institutionalizeddalam masyarakat, akan tetapi
menjadi internalized.
Maksudnya adalah suatu
taraf perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin
berkelakuan sejalan dengan perkelakuan yang memang sebenarnya memenuhi
kebutuhan masyarakat.
maksih ilmunya gan..................
BalasHapus